Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang perikanan air tawar terintegrasi, Aquafarm Nusantara menghasilkan produk berupa ikan fillet yang dibekukan. Ikan segar yang didatangkan dari unit pembesaran diproses menjadi ikan fillet di Unit Pengolahan untuk kemudian dikemas dan dikirim ke beberapa negara tujuan ekspor, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan lainnya. Saat ini, Aquafarm Nusantara telah memiliki dua Unit Pengolahan. Unit Pengolahan pertama berada di Semarang, Jawa Tengah, mengolah hasil produksi dari unit-unit pembesaran di Wunut, Wonogiri, Wadaslintang dan Kedung Ombo. Unit Pengolahan kedua berada di Desa Naga Kisar, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara. Unit Pengolahan Sergai merupakan bagian dari program pengembangan usaha dari unit di Semarang, seiring dengan unit pembenihan dan pembesaran yang telah dikembangkan sebelumnya di lokasi yang sama.
Dari Jawa ke Sumatera
Manager Unit Pengolahan di Sergai, Pak Gitoyo menuturkan kisahnya kepada Redaksi tentang bagaimana ia bersama anggota tim lainnya berjuang membangun Unit Pengolahan di Sergai. Saat itu, 21 karyawan dari Jawa, termasuk Pak Gitoyo, ditugaskan untuk memberikan Pelatihan (Training) di Sergai. Masing-masing dari anggota tim memiliki keahlian yang berbeda-beda, seperti filleting, trimming, dan packing. Mereka berangkat dari Jawa melalui jalur darat pada 14 Agustus 1998.
Dengan membawa berbagai peralatan kerja dan alat pengolahan sederhana yang hampir sama dengan peralatan dapur, seperti ember, talenan, dan lainnya. Mereka berangkat ke Sumatera dengan menumpang bus ALS. Karena melihat banyaknya peralatan yang dibawa, sopir bus ALS sempat protes karena peralatan tersebut dinilainya akan membuat bus jadi penuh sesak. Hal tersebut akhirnya bisa diatasi, dan bus pun berangkat dengan menempuh perjalanan selama 3 hari 3 malam. Setelah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan, akhirnya tim perintis ini tiba di Unit Sergai pada pukul 03.00 dini hari.
Turun dari bus, Pak Gitoyo yang ketika itu masih berusia 22 tahun langsung masuk ke ruang processing yang sebelumnya - merupakan pabrik pengolahan udang. Dengan rasa ingin tahu yang besar, Pak Gitoyo menyusuri seluruh ruangan, setelah tiga jam berkeliling, ia tersesat di dalamnya. Beruntung, sinar matahari pagi menuntunnya menuju pintu keluar, dan Pak Gitoyo pun bisa kembali berkumpul dengan rombongan.
Proses PersiapanAktivitas awal mereka hanya difokuskan pada pembersihan lokasi yang telah sekian tahun ditinggalkan. Banyak kisah menarik ketika mereka sedang melakukan pembersihan lokasi. Karena semak belukar yang tinggi menjulang mengelilingi bangunan tersebut, Suparno, salah seorang anggota tim perintis yang saat ini berada di Semarang, menyatakan bahwa ia sempat menemukan ular kobra dan jenis hewan lainnya ketika membersihkan lokasi tersebut.
“Angkernya” situasi awal di sana, membuat beberapa karyawan sering kesurupan ketika sedang bekerja. Kondisi tersebut bertambah tegang ketika mereka menemukan banyak
sarang burung hantu di bagian dalam ruangan. “Ketika lampu dihidupkan, ada banyak burung hantu di dalamnya,” ujar Gitoyo menceritakan pengalamannya.
Aquafarm Nusantara yang kala itu masih bermitra dengan PT Global merekrut tenaga lokal sebanyak 32 orang. Mereka inilah yang kemudian dilatih agar terampil mengolah ikan oleh Tim Training. Setelah tugasnya selesai, 7 orang Tim Training memilih bertaha
kembali ke Jawa.
Keterbatasan Bukan Halangan
Saat itu proses pengolahan dilakukan hanya dengan menggunakan peralatan seadanya dan jumlah tenaga kerja yang tersedia pun masih kurang seimbang jika dibandingkan dengan kebutuhan perusahaan. Dengan keterbatasan ini, terkadang para karyawan harus bekerja hingga malam hari. Karena alasan itulah, dan ditambah jarak tempat tinggal yang saling berjauhan, setiap harinya mereka selalu diantar pulang dengan menggunakan kendaraan perusahaan ke rumahnya masing-masing. Walaupun begitu Unit Pengolahan Sergai kala itu mampu mengolah bahan baku sebanyak 1,5 ton ikan per hari. Setelah memasuki masa enam bulan produksi, Unit Sergai akhirnya berhasil mengekspor 1 kontainer fillet ikan nila dengan bobot 18,88 ton.
Selain keterbatasan tenaga kerja dan teknologi, kendala lain yang dihadapi pada saat itu adalah ketidakseimbangan antara pasokan ikan dengan kebutuhan produksi di Unit Pengolahan. Beberapa kali perusahaan pernah meliburkan karyawannya karena kosongnya pasokan ikan.
“Pernah tiga bulan kita libur, setelah berproduksi selama tiga bulan pertama” ucap Pak Gitoyo.
Ikan nila yang sudah selesai diolah dan siap dikemas untuk ekspor.
|
Namun, kendala tersebut dapat segera diatasi seiring dengan program pengembangan usaha yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Unit Pengolahan Sergai yang pada awalnya hanya mampu menghasilkan fillet ikan nila dalam skala kecil, saat ini jumlah ekspornya sudah mencapai 45 kontainer per bulan. Pertumbuhan juga dapat dilihat dari jumlah karyawan di Unit Pengolahan Sergai yang pada awalnya hanya diisi kurang dari seratus orang, saat ini jumlahnya sudah 3.358 orang. Jumlah karyawan di Unit Pengolahan merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan unit
pembenihan, unit pembesaran dan pabrik pakan. Proses pengembangan yang dilakukan Aquafarm Nusantara pun tidak hanya berpusat di wilayah operasi Sumatera Utara saja. Untuk kepentingan peningkatan produksi, saat ini Unit Pengolahan di Semarang juga sedang dalam proses pembangunan.
Tim perintis Aquafarm Nusantara telah membuktikan bahwa melalui kegigihan usaha serta inovasi tiada henti, maka keberhasilan akan dapat diraih, walaupun tidak dengan mudah. Tim perintis yang tak kenal lelah telah menorehkan tinta perjuangan bersama Aquafarm Nusantara. Sebagai salah satu anggota tim perintis, Pak Gitoyo memiliki motto dalam hidupnya, ”Yakin pada mimpi dan usaha sendiri, serta lakukan yang terbaik”
No comments:
Post a Comment