Thursday, 19 September 2013

Newsletter: Berita Aquafarm Nusantara Edisi #02 April 2013: Perjuangan Merintis Aquafarm



Apabila berkunjung ke kantor Aquafarm Nusantara di Pantai Cermin, Serdang Bedagai, kita akan melihat sebuah rumah tua di pinggir pantai yang hingga saat ini masih berdiri kokoh. Rumah tua itu merupakan saksi perjuangan para perintis Aquafarm Nusantara di Sumatera Utara yang memulai aktifitasnya pada 3 Juni 1997.


Hanya dengan bermodalkan 5000-an bibit ikan Nila yang dibawa dari Jawa, Pak Freek, Pak Wagiman, Pak Yudi, dan Pak Rizal, melakukan sebuah eksperimen yang sangat menentukan posisi Aquafarm Nusantara saat ini. Dengan gigihnya, mereka membersihkan lahan yang sudah tidak dipakai selama lebih dari 6 tahun untuk bisa diaktifkan kembali.


Proses bersih-bersih lokasi Aquafarm Nusantara di Pantai Cermin juga melibatkan semua pihak, termasuk Pak Freek, salah satu pimpinan perusahaan yang kala itu memutuskan untuk
terjun langsung ke lapangan dan terlibat dalam proses persiapan.


“Kita, termasuk Pak Freek turun tangan langsung membersihkan semuanya, baik kolam maupun rumah, karena kondisinya sudah sangat tidak terawat”, ujar Pak Rizal sambil tersenyum mengingat masa lalunya.

Singkat cerita, Pak Freek dan Pak Yudi harus kembali ke Jawa. Pak Freek memercayakan jabatan Pimpinan Unit Pembenihan (Hatchery) kepada Pak Wagiman. Di bawah komando Pak Wagiman dan dengan dibimbing oleh Pak Freek, kinerja Unit Pembenihan sangat baik dengan tingkat produktifitas tinggi. Saat itu, perusahaan juga memercayakan Pak Rizal sebagai Asisten Manajer Unit Pembenihan. Seiring dengan perkembangan dinamika usaha sekaligus pengalaman dan loyalitasnya yang tak kenal padam, kini Pak Rizal dipercaya mengisi posisi Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Aquafarm Nusantara untuk wilayah Serdang Bedagai.


Dahulu, mereka berdua menempati rumah tua yang memerlukan tenaga ekstra untuk membersihkannya dari debu dan sarang laba- laba dan tumbuhan ilalang yang membuat jarak pandang menjadi sangat terbatas.
“Saking tingginya ilalang, berjalan 100 meter rasanya seperti jalan 1 kilometer,” kenang Pak Wagiman.


Aktifitas sehari-hari mereka lakukan di rumah tua yang terdiri dari dua lantai tersebut. Pada awalnya, lantai atas digunakan sebagai tempat tinggal dan lantai bawah untuk aktifitas kantor. Setelah enam bulan lamanya hidup
“melajang”, akhirnya Pak Wagiman dan Pak Rizal memutuskan untuk membawa serta istri dan anaknya ke Pantai Cermin. Lantai atas digunakan oleh Pak Wagiman dan keluarga, sedangkan lantai bawah menjadi tempat tinggal Pak Rizal beserta istri dan anaknya yang lahir di rumah tersebut dengan bantuan Bidan setempat.


Ketika waktu makan tiba, kedua perintis ini harus pergi ke Sei Buluh untuk membeli nasi dan lauk pauk di sebuah warung. Karena hanya bergantung pada warung tersebut, suatu hari mereka tidak bisa makan nasi, karena warungnya tidak berjualan. Untungnya, sedari awal ditempatkan di Pantai Cermin, Pak Wagiman sudah dibekali mie, susu, dan telur oleh perusahaan.
Selain masalah makanan, keterbatasan jaringan komunikasi pada saat itu pun mengharuskan mereka untuk menempuh jarak


20 kilometer agar dapat menjangkau Warung Telekomunikasi (Wartel) terdekat yang terletak di Kota Perbaungan. Selain digunakan sebagai media komunikasi dengan pihak perusahaan, wartel juga digunakan sebagai media komunikasi antara mereka dengan keluarga besarnya yang berada di Pulau Jawa dan Sumatera Barat.


Perjuangan agar bertahan hidup dalam kondisi yang terbatas tidak menyurutkan semangat mereka untuk membangun dan mengembangkan Aquafarm Nusantara hingga bisa seperti saat ini.
“Saya sudah biasa hidup susah, jadi dulu itu sama sekali bukan hal sulit bagi saya. Kepercayaan yang sudah diberikan perusahaan harus saya jaga dan menjadi bekal utama saya untuk mengembangkan Aquafarm Nusantara”, ujar Pak Wagiman menutup perbincangan kami sore itu.
Aquafarm Nusantara telah membuktikan bahwa sebuah usaha yang diawali dengan niat tulus dan kemauan yang kuat dapat memperoleh hasil yang baik dan bermanfaat.

No comments:

Post a Comment